Tuesday, 19 March 2013

Cerita 10 Awatara Dari Zaman Ke Zaman


10 Awatara dari zaman ke zaman




Awatara dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran.
Agama Hindu mengenal adanya Dasa Awatara yang sangat terkenal di antara Awatara-Awatara lainnya. Dasa Awatara adalah sepuluh Awatara yang diyakini sebagai penjelmaan material Dewa Wisnu dalam misi menyelamatkan dunia. Dari sepuluh Awatara, sembilan diantaranya diyakini sudah pernah menyelamatkan dunia, sedangkan satu di antaranya, Awatara terakhir (Kalki Awatara), masih menunggu waktu yang tepat (konon pada akhir Kali Yuga) untuk turun ke dunia. Kisah-kisah Awatara tersebut terangkum dalam sebuah kitab yang disebut Purana. Berikut 10 Awatara dari zaman ke zaman :


1. Matsya Awatara, sang ikan, muncul saat Satya Yuga
Matsya.jpg
Dalam ajaran agama Hindu, Matsya (Dewanagari :मत्‍स्‍य; IAST: matsya) adalah awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera besar.
Kisah dengan tema serupa juga dapat disimak dalam kisah Nabi Nuh, yang konon membuat bahtera besar untuk melindungi umatnya dari bencana air bah yang melanda bumi. Kisah dengan tema yang sama juga ditemukan di beberapa negara, seperti kisah dari penduduk asli Amerika dan dari Yunani.


2. Kurma Awatara, sang kura-kura, muncul saat Satya Yuga
Kurma awatara.jpg
Dalam agama Hindu, Kurma (Sanskerta: कुर्म; Kurma) adalah awatara (penjelmaan) kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga. Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa.
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya. Para Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan naga Wasuki dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu mengambil alih.
Kurma juga nama dari seorang resi, putra Gretsamada.


3. Waraha Awatara, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga
Varaha.jpg
Waraha (Sanskerta: वाराह; Varāha) adalah awatara (penjelmaan) ketiga dari Dewa Wisnu yang berwujud babi hutan. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga (zaman kebenaran). Kisah mengenai Waraha Awatara selengkapnya terdapat di dalam kitab Warahapurana dan Purana-Purana lainnya.
Menurut mitologi Hindu, pada zaman Satyayuga (zaman kebenaran), ada seorang raksasa bernama Hiranyaksa, adik raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya (raksasa). Hiranyaksa hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan kosmik," suatu tempat antah berantah di ruang angkasa.
Melihat dunia akan mengalami kiamat, Wisnu menjelma menjadi babi hutan yang memiliki dua taring panjang mencuat dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh Hiranyaksa. Usaha penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar karena dihadang oleh Hiranyaksa. Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa Hiranyaksa melawan Dewa Wisnu. Konon pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan memakan waktu ribuan tahun pula. Pada akhirnya, Dewa Wisnu yang menang.
Setelah Beliau memenangkan pertarungan, Beliau mengangkat bumi yang bulat seperti bola dengan dua taringnya yang panjang mencuat, dari lautan kosmik, dan meletakkan kembali bumi pada orbitnya. Setelah itu, Dewa Wisnu menikahi Dewi Pertiwi dalam wujud awatara tersebut.


4. Narasimha Awatara, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga
Nrsimhadev.jpg
Narasinga (Devanagari: नरसिंह ; disebut juga NarasinghNārasiṃha) adalah awatara (inkarnasi/penjelmaan) Wisnu yang turun ke dunia, berwujud manusia dengan kepala singa, berkuku tajam seperti pedang, dan memiliki banyak tangan yang memegang senjata. Narasinga merupakan simbol dewa pelindung yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya.
Menurut kitab Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga (zaman kebenaran), seorang raja asura (raksasa) yang bernama Hiranyakasipu membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada orang yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, awatara Wisnu.
Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada Dewa Brahma. Setelah Brahma berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya, Hiranyakasipu meminta agar ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta permohonan lain. Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata. Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya.


5. Wamana Awatara, sang orang cebol, muncul saat Treta Yuga
Vamanadeva.jpg
Dalam agama Hindu, Wamana (Devanagari: वामन ; Vāmana) adalah awatara Wisnu yang kelima, turun pada masa Tretayuga, sebagai putra Aditi dan Kasyapa, seorang Brahmana. Ia (Wisnu) turun ke dunia guna menegakkan kebenaran dan memberi pelajaran kepada raja Bali (Mahabali, seorang Asura, cucu dari Prahlada. Raja Bali telah merebut surga dari kekuasaan Dewa Indra, karena itu Wisnu turun tangan dan menjelma ke dunia, memberi hukuman pada Raja Bali. Wamana awatara dilukiskan sebagai Brahmana dengan raga anak kecil yang membawa payung. Wamana Awatara merupakan penjelmaan pertama Dewa Wisnu yang mengambil bentuk manusia lengkap, meskipun berwujud Brahmana mungil. Wamana kadang-kadang dikenal juga dengan sebutan "Upendra."


6. Parasurama Awatara, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga

Parasurama (Dewanagari: परशुरामभार्गव; IAST: Parashurāma Bhārgava) atau yang di Indonesia kadang disebut Ramaparasu, adalah nama seorang tokoh Ciranjiwin (abadi) dalam ajaran agama Hindu. Secara harfiah, namaParashurama bermakna "Rama yang bersenjata kapak". Nama lainnya adalah Bhargawa yang bermakna "keturunan Maharesi Bregu". Ia sendiri dikenal sebagai awatara Wisnu yang keenam dan hidup pada zaman Tretayuga. Pada zaman ini banyak kaum kesatria yang berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. Maka, Wisnu sebagai dewa pemelihara alam semesta lahir ke dunia sebagai seorang brahmana berwujud angker, yaitu Rama putra Jamadagni, untuk menumpas para kesatria tersebut.


7. Rama Awatara, sang ksatria, muncul saat Treta Yuga
Rama purusothama.jpg
Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: राम; Rāma) atau Ramacandra (Sanskerta: रामचन्द्र; Rāmacandra) adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.


8. Kresna Awatara, putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga
Krsna flute big.jpg
Kresna (Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiy Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnyaBhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracaritaMahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.


9. Buddha Awatara, pangeran Siddharta Gautama, muncul saat Kali Yuga
Buddha meditating.jpg
Dalam agama Hindu, Gautama Buddha muncul dalam kitab Purana (Susastra Hindu) sebagai awatara (inkarnasi) kesembilan di antara sepuluh awatara (Dasawatara) Dewa Wisnu. Dalam Bhagawatapurana, Beliau disebut sebagai awatara kedua puluh empat di antara dua puluh lima awatara Wisnu. Kata buddha berarti "Dia yang mendapat pencerahan" dan dapat mengacu kepada Buddha lainnya selain Gautama Buddha, pendiri Buddhisme yang dikenal pada masa sekarang.
Berbeda dengan ajaran Hindu, ajaran Gautama Buddha tidak menekankan keberadaan "Tuhan sang Pencipta" sehingga agama Buddha termasuk bagian dari salah satu aliran nāstika (heterodoks; secara harfiah berarti "Itu tidak ada") menurut aliran-aliran agama Dharma lainnya, seperti Dwaita. Namun beberapa aliran lainnya, seperti Adwaita,sangat mirip dengan ajaran Buddhisme, baik bentuk maupun filsafatnya


10. Kalki Awatara, sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga
KalkiAvatara.jpg
Dalam ajaran agama Hindu, Kalki (Dewanagari: कल्कि; IAST: Kalki; juga ditulis sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara Wisnu kesepuluh sekaligus yang terakhir, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran) saat ini. Nama kalki seringkali dipakai sebagai metafora untuk kekekalan dan waktu. Berbagai tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki yaitu Beliau adalah awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama kudanya Devadatta [anugerah Dewa] dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali kemudian menegakkan kembali dharma dan memulai zaman yang baru.

Awatara lainnya:

Catursana
Vishnu and Four Kumaras.jpg
Catursana atau Caturkumara adalah empat putra Brahma dalam kitab-kitab Purana dalam agama Hindu, yang terdiri dari Sanaka, Sanatana, Sanandana dan Sanatkumara.
Mereka lahir dari pikiran Brahma. Mereka merupakan empat resi (orang suci) yang bersumpah untuk membujang selamanya (brahmacarya), bertentangan dengan kehendak ayah mereka.
Kitab Bhagawatapurana memasukkan Catursana ke dalam daftar dua belas Mahajana (pemuja terbesar atau bhakta) yang meskipun jiwanya sudah bebas dan kekal semenjak lahir, masih melakukan pelayanan kepada Wisnu dari keadaan mereka yang sudah tercerahkan. Meskipun usia mereka sudah tua, legenda mengatakan bahwa mereka berkelana di alam semesta dalam wujud anak kecil. Mereka memegang sejumlah peran penting dalam tradisi spiritual Hindu, khususnya yang berhubungan dengan pemujaan Kresna dan Wisnu.


Narada
Naradablij.jpg
Narada (Dewanagari: नारद; IAST: Nārada) atau Narada Muni adalah seseorang yang bijaksana dalam tradisi Hindu, yang memegang peranan penting dalam kisah-kisah Purana, khususnya Bhagawatapurana. Narada digambarkan sebagai pendeta yang suka mengembara dan memiliki kemampuan untuk mengunjungi planet-planet dan dunia yang jauh. Ia selalu membawa alat musik yang dikenal sebagai tambura, yang pada mulanya dipakai oleh Narada untuk mengantarkan lagu pujian, doa-doa, dan mantra-mantra sebagai rasa bakti terhadap Dewa Wisnu atau Kresna. Dalam tradisi Waisnawa ia memiliki rasa hormat yang istimewa dalam menyanyikan nama Hari dan Narayana dan proses pelayanan didasari rasa bakti yang diperlihatkannya, dikenal sebagai bhakti yoga seperti yang dijelaskan dalam kitab yang merujuk kepadanya, yang dikenal sebagai Narad Bhakti Sutra.


Nara dan Narayana
Nara dan Narayana.jpg
Nara dan Narayana (Dewanagari: नर-नारायण; IAST: Nara-Nārāyaṇa) adalah sepasang dewa Hindu. Nara dan Narayana merupakan saudara kembar penjelmaan (awatara) Dewa Wisnu di bumi, bertugas sebagai penegak dharma atau kebenaran. Dalam konsep Nara dan Narayana, jiwa manusia Nara adalah pasangan yang kekal dengan Narayana Yang Mahasuci.
Wiracarita Hindu Mahabharata menyatakan Kresna sebagai Narayana sedangkan Arjuna - pahlawan dalam wiracarita tersebut - sebagai Nara. Legenda Nara dan Narayana juga diceritakan dalam kiab Bhagawatapurana. Umat Hindu percaya bahwa mereka tinggal di Badrinath, di mana kuil terpenting mereka berdiri di sana.
Pasangan Nara dan Narayana biasanya dipuja di kuil-kuil aliran Swaminarayan. Pengikut sekte tersebut percaya bahwa pendiri aliran tersebut (Swaminarayanan) adalah inkarnasi Narayana.


Kapila

Kapila (Dewanagari: कपिल ऋषि; IAST: Kapila ṛṣi) adalah orang suci Hindu yang dipercaya sebagai salah satu pendiri aliran filsafat Samkhya. Ia memiliki peran penting dalam kitab Bhagawatapurana, yang menampilkan versi teismedalam ajaran filsafat Samkhya. Cerita tradisional Hindu menyatakan bahwa ia merupakan keturunan Manu, cucuBrahma. Kitab Bhagawadgita menggambarkan Kapila sebagai yogi pertapa dengan siddhi, atau kekuatan spiritual, yang sangat tinggi.
Banyak detail tentang kehidupan Resi Kapila diceritakan dalam Buku 3 kitab Bhagawatapurana, di mana disebutkan bahwa orang tua beliau adalah Kardama Muni dan Dewahuti. Setelah ayahnya meninggalkan rumah, Kapila mengajari ibunya, Dewahuti tentang filsafat yoga dan pemujaan yang taat kepada Wisnu, sehingga Dewahuti mampu mencapai kebebasan (moksa). Ajaran Samkhya Kapila juga dituturkan oleh Kresna kepada Udawa dalam Buku 11 kitab Bhagawatapurana, bagian tersebut juga dikenal sebagai "Uddhawagita".


Dattatreya
Ravi Varma-Dattatreya.jpg
Menurut kepercayaan umat Hindu, Dattatreya (Sanskerta: दत्तात्रेय; Dattātréya) adalah seorang dewa yang merupakan penjelmaan dari Trimurti (tiga dewa utama), yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa. Dattatreya lahir sebagai putera Resi Atri dan Anasuya. Nama Dattatreya berasal dari kata datta dan atreya. Kata datta berarti "diberi", oleh karena Trimurti telah memberikan perwujudan sebagai putera Atri dan Anasuya. Kata atreya secara harfiah berarti "putra Atri".
Dalam tradisi Natha, Dattatreya dianggap sebagai awatara atau inkarnasi dari Dewa Siwa dan sebagai Adi-Guru (guru pertama) dalam tradisi Adinath Sampradaya. Di India, Dattatreya dipuja oleh berjuta-juta umat Hindu dan berbagai tradisi dilakukan untuk memuliakannya.


Yadnya

Yadnya (Dewanagari: यज्ञ; IAST: Yajña) atau Yadnyeswara ("Penguasa Yadnya") adalah salah satu awatara (inkarnasi) Wisnu dalam agama Hindu. Ia adalah penguasa seluruh upacara dalam agama Hindu (yadnya). Ia menjabat sebagai Indra pada Manwantara pertama, era Swayambu Manu.


Resaba
Rishabha.jpg
Dalam agama Hindu, Resaba (Sanskerta: ऋसभ; Ṛṣabha) adalah salah satu awatara Wisnu yang disebut dalamPurana. Menurut kitab Purana, ia merupakan putra Nabi dan Maru, dan merupakan keturunan langsung dari Swayambu Manu, manusia pertama di dunia.
Resaba memiliki istri bernama Jayanti, putri Dewa Indra, dan menurunkan seratus putra. Putranya yang tertua bernama Barata. Sebagai awatara Wisnu, Resaba mengajarkan ilmu meditasi yang terbaik, bahkan ia mengajarkannya kepada orang yang sudah ahli dalam bidang meditasi. Ia juga mengajarkan ilmu cara memimpin rakyat dan kebijaksanaan kepada para putranya agar mereka tidak terjerat oleh ilusi dunia. Setelah Resaba wafat, Barata menggantikannya.


Pertu
King Prithu.jpg
Dalam ajaran agama Hindu, Pertu (Sanskerta: पृथु ; Pṛ(ri)thu) adalah salah satu awatara Wisnu Ia merupakan putra Wena. Ia menjadi suami Arcisa, dan bapak bagi Wijitaswa, Haryaksa, Dumrakesa, Wreka dan Drawina. Menurut legenda, Pertu dikenal sebagai raja yang agung dan bijaksana. Kejayaannya seperti Bharata. Kisahnya muncul dalam beberapa kitab Purana, seperti misalnya BrahmapuranaMatsyapurana, dsb.


Dhanwantari
Lord Dhanvantari.gif
Dhanwantari (Dewanagari: धन्वंतरी; IAST: Dhanvantari) adalah seorang awatara Wisnu menurut kepercayaan Hindu. Dia muncul dalam kitab Weda dan Purana sebagai tabib para dewa, dan ahli pengobatan menurut Ayurweda. Merupakan tradisi dalam agama Hindu untuk memuja Dhanwantari demi meperoleh kesehatan bagi diri sendiri maupun orang lain. Sastra Hindu, seperti misalnya Purana mengatakan bahwa Dhanwantari muncul dari lautan susu saat para dewa dan asura mencari tirta amerta.
Menurut mitologi Hindu, Dhanwantari merupakan tabib/dokter India yang pertama dan salah satu dokter bedah pertama di dunia. Dia melakukan penyembuhan secara alami dengan sempurna dan dipercaya telah menemukan obat antiseptik dan obat pencegahan berbahan garam yang ia sertakan ketika menyembuhkan seseorang.


Mohini
Vishnu as mohini.jpg
Menurut kepercayaan Hindu, Mohini (Dewanagari: मोहिनी; IAST: Mohinī) adalah salah satu inkarnasi atau awatara Wisnu yang disebutkan dalam kitab Purana. Mohini berwujud gadis cantik. Dalam mitologi Hindu, Mohini muncul saat kisah pengadukan samudra susu. Dalam bahasa Sanskerta, kata Mohini secara harfiah bisa berarti "bunga melati".


Byasa
Resi Byasa dalam lukisan India modern.
Byasa (Sanskerta: व्यास; Vyāsa) (dalam pewayangan disebut Resi Abiyasa) adalah figur penting dalam agama Hindu. Ia juga bergelar Weda Wyasa (orang yang mengumpulkan berbagai karya para resi dari masa sebelumnya, membukukannya, dan dikenal sebagai Weda). Ia juga dikenal dengan nama Krishna Dwaipayana. Ia adalah filsuf, sastrawan India yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu Mahabharata. Sebagian riwayat hidupnya diceritakan dalam Mahabharata.


Hayagriwa
Lord Hayagriva.jpg
Dalam agama Hindu, Hayagriwa (Dewanagari: हयग्रीव; IAST: Hayagrīva) adalah awatara Wisnu yang berwujud manusia berkepala kuda. Dia disembah sebagai dewa pengetahuan dan kebijaksanaan, dengan tubuh manusia dan kepala kuda, berwarna putih cemerlang, dengan pakaian putih dan duduk di bunga teratai putih. Secara simbolis, mitos tersebut menggambarkan keunggulan pengetahuan sejati, yang dipandu oleh tangan Tuhan, mengatasi kekuatan negatif yang mengandung nafsu dan kegelapan.
Hayagriwa adalah dewa yang sangat penting dalam tradisi Waisnawa. Anugerah-Nya dicari ketika mengawali pembelajaran ilmu suci maupun ilmu sekuler. Ibadah khusus dilakukan pada hari bulan purnama di bulan Agustus (Srawana-paurnami) dan pada Mahanawami, hari kesembilan festival Navaratri. Ia juga dipuji sebagai "Hayasirsa", yang berarti "berkepala kuda".


Presnigarba
Presnigarba (Dewanagari: पृष्निगर्भ; IAST: Pṛṣṇigarbha) adalah salah satu awatara (inkarnasi) Wisnu dalam agama Hindu. Ia merupakan putra Presni dan Sutapa. Awatara ini muncul di hadapan Druwa yang sedang bertapa. Ia menciptakan lapisan dunia yang disebut Druwaloka.


Angsa
Hamsa Avatar.jpg
Dalam agama Hindu, Angsa (Dewanagari: हंस; IAST: haṃsa) adalah salah satu awatara (inkarnasi) Wisnu yang disebut dalam kitab Bhagawatapurana. Angsa merupakan salah satu awatara yang muncul pada zaman Satyayuga atau zaman kebajikan. Angsa muncul sebagai awatara berwujud angsa yang memberi pengetahuan suci kepada Dewa Brahma dan para putra Beliau (Catursana).

Sunday, 17 March 2013

Belajar dan Pembelajaran Adalah Yadnya


Agama Hindu, atau Agama Veda, tidak hanya sekedar suatu Agama. Ia adalah jalan spiritual dan cara hidup. Veda diwahyukan bersamaan dengan kesadaran manusia akan kemampuannya berpikir. Hyang Widhi yang dalam Rg-Veda disebut sebagai Prajapati, telah ber-Yadnya menciptakan semesta dengan inti manusia sebagai ciptaan-Nya yang utama.

Diantara mahluk-mahluk hidup, manusialah yang mempunyai kemampuan berpikir sehingga kepada manusia ajaran-ajaran Veda diwahyukan agar kehidupan semesta dapat terwujud sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia.
Hyang Widhi telah melakukan Yadnya sebagai suatu bentuk pengorbanan yang suci dan tulus ikhlas. Dengan demikian maka manusiapun melakukan yadnya dengan mengorbankan dirinya sendiri. Pengorbanan itu dapat berwujud dan dapat pula tidak berwujud.
Pengorbanan yang berwujud berupa benda-benda dan kegiatan, sedangkan pengorbanan yang tidak berwujud adalah berupa “tapa” atau pengekangan indria dan pengendalian diri agar tidak menyimpang dari ajaran Veda.
Pentingnya ber-yadnya bagi manusia, tersirat dari Bhagawadgita Bab III.9:
YAJNARTHAT KARMANO NYATRA, LOKO YAM KARMABANDHANAH, TADARTHAM KARMA KAUNTEYA, MUKTASANGAH SAMACARA
Artinya: Selain kegiatan yang dilakukan sebagai dan untuk yadnya, dunia ini juga terikat oleh hukum karma. Oleh karenanya lakukan tugasmu ber-yadnya, bebaskan diri dari semua ikatan; lakukan yadnya tanpa memikirkan hasil, dengan tulus ikhlas dan untuk Tuhan.
Juga dalam Bhagawadgita Bab IV pasal 19 ada disebutkan tentang hal ini:
YASYA SARVE SAMARAMBHAH, KAMASAMKALPAVARJITAH, JNANAGNIDAGDHAKARMANAM, TAM AHUH PANDITHAM BUDHAH
Artinya: Ia yang segala perbuatannya tidak terikat oleh angan-angan akan hasilnya dan ia yang kepercayaannya dinyalakan oleh api pengetahuan, diberi gelar Pandita oleh orang-orang yang bijaksana.
Berbagai bentuk yadnya dan nilai-nilai symbolisnya ditemukan dalam Bhagawadgita Bab IV pasal 23 sampai 30 di mana disimpulkan bahwa tiap-tiap usaha yang berakibat mengurangi rasa keakuan dan mengurangi nafsu rendah semata-mata untuk mewujudkan bhakti kepada Hyang Widhi, adalah pengorbanan.
Oleh karena itu maka bentuk yadnya dapat digolongkan kedalam empat besar, yaitu: Widhi Yadnya, Druwya Yadnya, Jnana Yadnya, dan Tapa Yadnya.
WIDHI YADNYA
Widhi Yadnya adalah bentuk yadnya yang diadakan dengan berlatar belakang pada kehidupan manusia yang mempunyai “hutang-hutang” atau Rnam. Rnam itu ada tiga, yaitu Dewa Rnam, Rsi Rnam, dan Pitra Rnam.
Dewa Rnam adalah hutang manusia kepada Hyang Widhi, karena berkat anugrah-Nya atman atau roh dapat ber-reinkarnasi menjadi manusia; Rsi Rnam adalah hutang manusia kepada para Maha-Rsi yang telah menyebarkan ajaran Veda sebagai pangkal ilmu pengetahuan sehingga manusia mempunyai kemampuan meningkatkan kualitas kehidupannya; Pitra Rnam adalah hutang manusia kepada leluhur sebagai yang mengembangkan keturunan.
Manusia yang berbudi hendaknya menyadari adanya Tri Rnam ini serta melakukan yadnya sebagaimana disebutkan dalam Manawa Dharmasastra Buku ke-IV (Atha Caturtho Dhayah) pasal 21:
RSI YAJNAM DEVAYADNAM BHUTA YAJNAM CA SARVADA, NRYAJNAM PITRYAJNAM CA YATHACAKTI NA HAPAYET
Artinya: Hendaknya janganlah sampai lupa, jika mampu melaksanakan yadnya untuk para Rsi, para Dewa, kepada unsur-unsur alam (Bhuta), kepada sesama manusia dan kepada para leluhur.
Ajaran ini berkembang di Nusantara sebagai “Panca Yadnya” dengan urutan: Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya.
Tri Rnam “dibayar” dengan Panca Yadnya, sebab ada yadnya-yadnya yang bermakna atau bertujuan sama dalam kaitan Rnam, yaitu: Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya ada dalam kaitan Dewa Rnam; Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya ada dalam kaitan Pitra Rnam, dan Rsi Yadnya khusus untuk Rsi Rnam.
DRUWYA YADNYA
Druwya Yadnya adalah pengorbanan dalam bentuk materi yang diberikan kepada seseorang yang membutuhkan. Dalam keseharian Druwya Yadnya ini dikenal dengan kegiatan me-Dana Punia. Dana Punia yang dilakukan tanpa mengharap balas jasa itulah yang utama sebagaimana disebutkan dalam Bhagawadgita XVII pasal 20:
DATAVYAM ITI YAD DANAM, DIYATE NUPAKARINE, DESE KALE CA PATRE CA, TAD DANAM SATTVIKAM SMRTAM
Pemberian dana yang dilakukan kepada seseorang tanpa harapan kembali, dengan perasaan sebagai kewajiban untuk memberi kepada orang yang patut dalam waktu dan tempat yang patut itulah yang disebut sattvika (baik).
JNANA YADNYA
Jnana Yadnya adalah pengorbanan dalam bentuk kegiatan belajar dan pembelajaran. Bhagawadgita VII membedakan antara Vijnana dengan Jnana sebagai berikut: Vijnana adalah pengetahuan yang berdasarkan pemikiran dan kecerdasan, sedangkan Jnana adalah pengetahuan mengenai ke-Tuhan-an.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa Jnana tidak mungkin diperoleh tanpa Vijnana, karena Vijnana adalah dasar yang kuat untuk meningkatkan pengetahuan rohani. Jnana Yadnya tidak hanya bermanfaat bagi orang lain, tetapi juga bagi diri sendiri, karena sangat membantu upaya manusia dalam pendakian kesadaran spiritual.
Kegiatan belajar dan proses pembelajaran adalah contoh Jnana Yadnya yang disebut sebagai bentuk Yadnya yang lebih agung, dalam Bhagawadgita IV pasal 33:
SREYAN DRAVYAMAYAD YAJNAJ, JNANAYAJNAH PARAMTAPA, SARVAM KARMA KHILAM PARTHA, JNANE PARISAMAPYATE
Artinya: Persembahan korban berupa ilmu pengetahuan adalah lebih agung sifatnya dari korban benda yang berupa apa juapun, sebab segala pekerjaan dengan tiada kecuali memuncak dalam kebijaksanaan yang diperoleh melalui pengetahuan.
TAPA YADNYA
Tapa Yadnya adalah pengorbanan atau yadnya yang tertinggi nilainya karena berwujud sebagai pengendalian diri masing-masing individu. Tapa Yadnya juga disebut sebagai kegiatan pendakian spiritual seseorang dalam upaya meningkatkan kualitas beragama.
Tahapan-tahapan peningkatan kualitas beragama, menurut Lontar Sewaka Dharma adalah:
  1. Ksipta, seperti perilaku ke-kanak-kanakan yang cepat menerima sesuatu yang dianggapnya baik tanpa pertimbangan yang matang.
  2. Mudha, seperti perilaku pemuda: pemberani, selalu merasa benar, kurang mempertimbangkan pendapat orang lain.
  3. Wiksipta, seperti perilaku orang dewasa, mengerti hakekat kehidupan, memahami subha dan asubha karma.
  4. Ekakrta, seperti perilaku orang tua, yaitu keyakinan yang kuat pada Hyang Widhi, mempunyai tujuan yang suci dan mulia.
  5. Nirudha adalah perilaku orang-orang suci, penuh pengertian, bijaksana, segala pemikiran perkataan dan perbuataannya terkendali oleh ajaran-ajaran Agama yang kuat, serta mengabdi pada kepentingan umat manusia.
Tujuan menekuni Agama atau kerajinan melaksanakan ajaran Agama adalah mewujudkan Tapa Yadnya ini dalam kehidupan sehari-hari.
Antara Jnana Yadnya dan Tapa Yadnya ada korelasi yang mutualistik, karena seperti yang diuraikan di atas, tidak mungkin melakukan Tapa Yadnya yang baik tanpa melaksanakan Jnana Yadnya terlebih dahulu.
Bahkan jika dipikirkan lebih jauh, dasar dari seluruh Yadnya adalah Jnana Yadnya, karena dengan proses belajar dan pembelajaran, manusia mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang kewajibannya untuk ber-Yadnya.
Sejak zaman Veda, proses belajar dan pembelajaran yang diadakan di setiap sampradaya telah memakai metoda yang demikian terkait sehingga untuk dapat mengajarkan Veda, seorang Guru terlebih dahulu haruslah meningkatkan kualitas dirinya melalui proses belajar yang intensif.
Dalam garis ini tingkat pengetahuan spiritual tertinggi secara hati-hati diturunkan dari seorang Guru kepada muridnya. Guru mempunyai kemampuan yang sedemikian rupa untuk mempengaruhi muridnya tidak hanya dalam perkataan saja, tetapi lebih jauh adalah dalam memberi contoh pola pikir dan berbuat sehari-hari.
Agama Hindu adalah “Sanatana Dharma”, yaitu suatu kebenaran yang abadi. Artinya Veda adalah panduan hidup manusia sepanjang zaman karena Hyang Widhi telah mewahyukannya untuk diikuti oleh seluruh umat manusia.
Veda adalah sumber segala ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan seluruh topik yang diliput oleh pustaka suci Veda, ia menyediakan cara atau alat bagi suatu kehidupan yang penuh dan seimbang, secara material dan spiritual.
Untuk menjadi yang utama, manusia hendaknya menempuh jalan hidup yang ilmiah. Jalan hidup ilmiah hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan pembelajaran. Siapapun dan dalam kondisi apapun dapat menjadi seorang Hindu dan mempraktekkan serta mendapatkan manfaat dari pengajaran Veda. Ini akan memberi keuntungan dalam berbagai cara.
Salah satu aspek Sanatana Dharma adalah hakekat abadi dari jiwa yang meliputi semua mahluk sehingga dalam kemanusiaan terjadilah proses belajar dan pembelajaran yang sifatnya universal, tidak memilih waktu, tempat, budaya, agama-agama, ras, usia, suku bangsa, gender, dll.
Veda mengajarkan kesadaran universal yang berpangkal dari kesadaran individu bahwa individu adalah bagian dari alam semesta sehingga mikrokosmos adalah mewakili makrokosmos. Pelajaran yang sempurna mengenai astronomi Veda mengungkapkan bahwa bentuk universal juga terdapat dalam diri individu.
Oleh karena semesta adalah ciptaan Hyang Widhi, maka proses belajar dan pembelajaran juga merupakan kewajiban setiap individu, dengan tujuan agar tercapainya kesadaran universal itu. Di sini terbukti bahwa ajaran Veda mengembangkan pola pikir tentang kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap semesta khususnya ke seluruh umat manusia.
Dalam Vanashrama Veda tegas-tegas disebutkan bahwa jenjang kualitas manusia dinilai dari kemampuan intelektual dan spiritualnya, dan bukan dari hal-hal yang bersifat material lainnya.
Setelah melalui proses belajar dan pembelajaran dalam filosofi Veda, manusia akan dapat membuat perubahan kualitas kehidupan yang nyata dapat dirasakan, dan juga meluasnya lingkaran pengaruh individu kepada lingkungannya. Dikaitkan dengan prinsip-prinsip Sanatana Dharma, maka kualitas kehidupan manusia dari zaman ke zaman akan semakin membaik seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.